Usaha Kecil dan Menengah: Perkembangan Jumlah Unit dan Tenaga Kerja di UKM
12.2 Perkembangan Jumlah Unit dan Tenaga
Kerja di UKM
Perkembangan
peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang besar ditunjukkan oleh jumlah
unit usaha dan pengusaha, serta kontribusinya terhadap pendapatan nasional, dan
penyediaan lapangan kerja. Pada tahun 2003, persentase jumlah UMKM sebesar 99,9
persen dari seluruh unit usaha, yang terdiri dari usaha menengah sebanyak 62,0
ribu unit usaha dan jumlah usaha kecil sebanyak 42,3 juta unit usaha yang
sebagian terbesarnya berupa usaha skala mikro. UMKM telah menyerap lebih dari
79,0 juta tenaga kerja atau 99,5 persen dari jumlah tenaga kerja pada tahun
2004 jumlah UMKM diperkirakan telah melampaui 44 juta unit. Jumlah tenaga kerja ini meningkat rata-rata sebesar 3,10 persen
per tahunnya dari posisi tahun 2000. Kontribusi UMKM dalam PDB pada tahun 2003
adalah sebesar 56,7 persen dari total PDB nasional, naik dari 54,5 persen pada
tahun 2000. Sementara itu pada tahun 2003, jumlah koperasi sebanyak 123 ribu
unit dengan jumlah anggota sebanyak 27.283 ribu orang, atau meningkat
masing-masing 11,8 persen dan 15,4 persen dari akhir tahun 2001.
Berbagai
hasil pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan koperasi dan
UMKM pada tahun 2004 dan 2005, antara lain ditunjukkan oleh tersusunnya
berbagai rancangan peraturan perundangan, antara lain RUU tentang penjaminan
kredit UMKM dan RUU tentang subkontrak, RUU tentang perkreditan perbankan bagi
UMKM, RPP tentang KSP, tersusunnya konsep pembentukan biro informasi kredit
Indonesia, berkembangnya pelaksanaan unit pelayanan satu atap di berbagai
kabupaten/kota dan terbentuknya forum lintas pelaku pemberdayaan UKM di daerah,
terselenggaranya bantuan sertifikasi hak atas tanah kepada lebih dari 40 ribu
pengusaha mikro dan kecil di 24 propinsi, berkembangnya jaringan layanan
pengembangan usaha oleh BDS providers
di daerah disertai terbentuknya asosiasi BDS
providers Indonesia, meningkatnya kemampuan permodalan sekitar 1.500 unit
KSP/USP di 416 kabupaten/kota termasuk KSP di sektor agribisnis, terbentuknya
pusat promosi produk koperasi dan UMKM, serta dikembangkannya sistem insentif
pengembangan UMKM berorientasi ekspor dan berbasis teknologi di bidang agroindustri.
Hasil-hasil tersebut, telah mendorong peningkatan peran
koperasi dan UMKM terhadap perluasan penyediaan lapangan kerja, pertumbuhan
ekonomi, dan pemerataan peningkatan pendapatan.
Perkembangan UMKM yang meningkat dari segi kuantitas
tersebut belum diimbangi oleh meratanya peningkatan kualitas UMKM. Permasalahan
klasik yang dihadapi yaitu rendahnya produktivitas. Keadaan ini disebabkan oleh
masalah internal yang dihadapi UMKM yaitu: rendahnya kualitas SDM UMKM dalam
manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran, lemahnya
kewirausahaan dari para pelaku UMKM, dan terbatasnya akses UMKM terhadap
permodalan, informasi, teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya.
Sedangkan masalah eksternal yang dihadapi oleh UMKM diantaranya adalah besarnya
biaya transaksi akibat iklim usaha yang kurang mendukung dan kelangkaan bahan
baku. Juga
yang menyangkut perolehan legalitas formal yang hingga saat ini masih merupakan
persoalan mendasar bagi UMKM di Indonesia, menyusul tingginya biaya yang harus
dikeluarkan dalam pengurusan perizinan. Sementara itu, kurangnya pemahaman
tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan
(struktur organisasi, struktur kekuasaan, dan struktur insentif) yang unik/khas
dibandingkan badan usaha lainnya, serta kurang memasyarakatnya informasi
tentang praktek-praktek berkoperasi yang benar (best practices) telah
menyebabkan rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi. Bersamaan
dengan masalah tersebut, koperasi dan UMKM juga menghadapi tantangan terutama
yang ditimbulkan oleh pesatnya perkembangan globalisasi ekonomi dan
liberalisasi perdagangan bersamaan dengan cepatnya tingkat kemajuan teknologi.
Secara umum,
perkembangan koperasi dan UMKM dalam tahun 2006 diperkirakan masih akan menghadapi
masalah mendasar dan tantangan sebagaimana dengan tahun sebelumnya, yaitu
rendahnya produktivitas, terbatasnya
akses kepada sumber daya produktif, rendahnya kualitas kelembagaan dan
organisasi koperasi, dan tertinggalnya kinerja koperasi.
Pada tahun 2008, kontribusi UMKM terhadap penciptaan
devisa nasional melalui ekspor non migas mengalami peningkatan sebesar Rp.
40,75 triliun atau 28,49% yaitu dengan tercapainya angka sebesar Rp. 183,76
triliun atau 20,17% dari total nilai ekspor non migas nasional (www.bps.go.id).
Selanjutnya pada tahun 2008, kontribusi UMKM terhadap total PDB nasional adalah
sebesar Rp. 1.165,26 triliun atau 58,33%.
Kemudian pada tahun 2008, UMKM mampu menyerap tenaga
kerja sebesar 90.896.270 orang atau 97,04% dari total penyerapan tenaga kerja
yang ada. Jumlah ini meningkat sebesar 2,43% atau 2.156.526 orang dibandingkan
tahun sebelumnya. UMKM masih akan menjadi primadona bagi pengemabngan ekonomi
daerah di masa mendatang. Banyak program yang telah dijalankan untuk
memberdayakan UMKM sejak hampir 10 tahun yang lalu, namun hasilnya sampai saat
ini belum menggembirakan. Sehingga perlu dicarikan Model baru yang berbeda
dengan yang sebelumnya agar UMKM tidak jalan di tempat.
Dibutuhkan usaha-usaha strategik guna memberdayakan
UMKM agar dapat menjadi penopang perekonomian lokal seperti yang terjadi di
Jepang dan Taiwan. Oleh karena itu upaya mengembangkan dan memberdayakan UMKM
agar hasil yang diperoleh memiliki multiplier effect yang tinggi menjadi
sangat penting saat ini, khususnya dalam meningkatkan daya saing. Dengan daya
saing itu diharapkan bisa meningkatkan pendapatan UMKM , tidak tergilas
perdagangan bebas, dan berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Kini UMKM
memiliki peluang untuk terus berkembang.
Perkembangan UMKM di Indonesia masih terhambat
sejumlah persoalan. Beberapa hal yang masih menjadi penghambat dalam
pengembangan UKM ditinjau dari dua faktor yaitu faktor internal dan faktor
eksternal UKM, dimana penanganan masing-masing faktor harus bersinergi untuk
memperoleh hasil yang maksimal, yaitu: (1) Faktor Internal : merupakan masalah
klasik dari UKM yaitu lemah dalam segi permodalan dan segi manajerial
(kemampuan manajemen, produksi, pemasaran Simposium Nasional 2010: Menuju
Purworejo Dinamis dan Kreatif - 3 dan sumber daya manusia); (2) Faktor
Eksternal : merupakan masalah yang muncul dari pihak pengembang dan pembina
UKM, misalnya solusi yang diberikan tidak tepat sasaran, tidak adanya
monitoring dan program yang tumpang tindih antar institusi.
Dalam sketsa ekonomi nasional, setelah terjadi krisis
ekonomi usaha mikro kecil menengah lebih
efisien dan memiliki ketahanan yang lebih baik di bandingkan dengan usaha
besar, sedangkan UMKM sendiri terbukti berkembang dan mampu mempercepat
pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
Comments
Post a Comment