2.1 SISTEM PEMERINTAHAN (GOVERNANCE SYSTEM)

Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan negara adalah sistem hubungan dan tata kerja antara lembaga-lembaga Negara atau tiga poros kekuasaan, yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif.8 Sistem pemerintahan berkaitan dengan mekanisme yang dilakukan pemerintah dalam menjalankan tugasnya. Secara garis besar, sistem pemerintahan dibedakan dalam dua macam, yaitu sistem pemerintahan presidensiil dan sistem pemerintahan parlementer.
Sementara Sri Soemantri menyebutkan sistem ketiga, yakni sistem pemerintahan quasi. Sistem pemerintahan quasi ini diartikan sebagai sistem pemerintahan yang mengandung unsur-unsur yang terdapat sistem presidensil maupun yang terdapat dalam sistem pemerintahan parlementer.


  • Sistem Presidensil
Sistem presidensiil merupakan sistem pemerintahan yang terpusat pada kekuasaan presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara. Dalam sistem ini, badan eksekutif tidak bergantung pada badan legislatif. Kedudukan badan eksekutif lebih kuat dalam menghadapi badan legislatif. Keberadaan sistem presidensiil dinilai Jimly Asshiddiqie ada kelebihan dan kekurangannya. Kelebihannya adalah bahwa sistem presidensiil lebih menjamin stabilitas pemerintahan, sedangkan kekurangannya, sistem ini cenderung menempatkan eksekutif sebagai bagian kekuasaan yang sangat berpengaruh karena kekuasaan cukup besar. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan konstitusional untuk mengurangi dampak negatif atau kelemahan yang dibawa sejak lahir oleh sistem ini.

Ada beberapa ciri dalam sistem pemerintahan presidensil, diantaranya pertama, kepala Negara juga menjadi kepala pemerintahan, kedua, pemerintah tidak bertanggung jawab kepada parlemen, ketiga, menteri-menteri diangkat dan bertanggung jawab kepada presiden, keempat, posisi eksekutif dan legislative sama-sama kuat.11 Menurut Bagir Manan, sistem pemerintahan presidensiil dapat dikatakan sebagai dikatakan subsistem pemerintahan republik, karena memang hanya dapat dijalankan dalam negara yang berbentuk republik.12 Ada beberapa prinsip pokok dalam sistem pemerintahan presidensiil, yaitu :
  1. Terdapat pemisahan yang jelas antara kekuasaan eksekutif dan legislatif, presiden merupakan eksekutif tunggal dan kekuasaan eksekutif tidak terbagi.
  2. Kepala pemerintahan adalah sekaligus kepala negara,
  3. Presiden mengangkat para menteri sebagai pembantu/bawahan yang bertanggung jawab kepadanya,
  4. Anggota parlemen tidak boleh menduduki jabatan eksekutif dan sebaliknya,
  5. Presiden tidak dapat membubarkan parlemen, dan
  6. Pemerintah bertanggung jawab kepada rakyat.

  • Seistem Parlementer
Sistem pemerintahan parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan dimana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam sistem ini, parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri, demikian juga parlemen dapat menjatuhkan pemerintahan yaitu dengan mengeluarkan mosi tidak percaya.13 Dalam sistem parlementer, jabatan kepala pemerintahan dan kepala negara dipisahkan. Pada umumnya, jabatan kepala negara dipegang oleh presiden, raja, ratu atau sebutan lain dan jabatan kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri. Inggris, Belanda, Malaysia dan Thailand merupakan negara-negara yang menggunakan sistem parlementer dengan bentuk kerajaan. Sedangkan Jerman merupakan negara republik yang menggunakan sistem parlementer dengan sebutan kanselir. Bahkan, di Jerman, India dan Singapura perdana menteri justru lebih penting dan lebih besar kekuasaannya daripada presiden. Prsiden India, Jerman dan singapura hanya berfungsi sebagai simbol dalam urusan-urusan yang bersifat seremonial.
Ada beberapa karakteristik sistem pemerintahan parlementer diantaranya, pertama, peran kepala Negara hanya bersifat simbolis dan seremonial serat mempunyai pengaruh politik yang sangat terbatas, meskipun kepala negara tersebut mungkin saja seorang presiden, kedua, cabang kekuasaan eksekutif dipimpin seorang perdana menteri atau kanselir yang dibantu oleh kabinet yang dapat dipilih dan diberhentikan oleh parlemen, ketiga, parlemen dipilih melalui pemilu yang waktunya bervariasi, dimana ditentukan oleh kepala negara berdasarkan masukan dari perdana menteri atau kanselir. 
Melihat karakteristik tersebut, maka dalam sistem pemerintahan parlementer, posisi eksekutif dalam hal ini kabinet adalah lebih rendah dari parlemen. Oleh karena posisinya yang lemah tersebut, maka untuk mengimbangi kekuasaan, kabinet dapat meminta kepada kepala negara untuk membubarkan parlemen dengan alasan parlemen dinilai tidak representatif. Jika itu yang terjadi, maka dalam waktu yang telatif singkat kabinet harus menyelenggarakan pemilu untuk membentuk parlemen baru.
Miriam Budiardjo dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Politik menjelaskan bahwa dalam sistem parlementer terdapat beberapa pola. Dalam sistem parlementer dengan parliamentary executive, badan eksekutif dan badan legislatif bergantung satu sama lain. Kabinet sebagai bagian dari badan eksekutif merupakan pencerminan. Kekuatan-kekuatan politik di badan legislatif yang mendukungnya. kabinet ini dinamakan kabinet parlementer. Pada umumnya, ada keseimbangan antara badan eksekutif dan badan legislatif. Keseimbangan ini lebih mudah tercapai jika terdapat satu partai mayoritas maka dibentuk kabinet atas kekuatannya sendiri. Kalau tidak terdapat partai mayoritas, maka dibentuk kabinet koalisi yang berdasarkan kerja sama antara beberapa partai yang bersama-sama mencapai mayoritas di badan legislatif. Beberapa negara, seperti Belanda dan negara-negara Skandinavia pada umumnya berhasil mencapai suatu keseimbangan sekalipun tidak dapat dipungkiri adanya dualisme antar pemerintah dan badan-badan legislatif.
Dalam hal terjadinya suatu krisis karena kebinet tidak lagi memperoleh dukunngan dari mayoritas badan legislatif, dibentuk kabinet ekstra parlementer, yaitu kabinet yang dibentuk tanpa formatur kabinet merasa terkuat pada konstelasi kekuatan politik di badan legislatif. Dengan demikian, formatur kabinet memiliki peluang untuk menunjuk menteri berdasarkan keahlian yang diperlukan tanpa menghiraukan apakah dia mempunyai dukungan partai. Kalaupun ada menteri yang merupakan anggota partai, maka secara formil dia tidak mewakili partainya. Biasanya suatu kabinet ekstra parlementer mempunyai program kerja yang terbatas dan mengikat diri untuk mengangguhkan pemecahan masalah-masalah yang bersifat fundamental. Di samping itu, ada pula sistem parlementer khusus, yang menberi peluang kepada badan eksekutif untuk memainkan peranan yang dominan dan arena itu disebut pemerintahan kabinet (cabinet government). Sistem ini terdapat di Inggris dan India. Dalam sistem ini, hubungan antara badan eksekutif dan badan legislatif begitu terjalin erat atau istilahnya fusional union. Kabinet memainkan peranan yang dominan sehingga kabinet dinamakan suatu “panitia” dalam parlemen.
Douglas V. Verney seperti yang dikutip Arend Lijphart dalam Parlementary versus Presidential Government (1952), menyimpulkan bahwa sistem parlementer merupakan sistem pemerintahan yang banyak dianut di dunia. Namun demikian, ada beberapa pokok-pokok sistem pemerintahan presidensil, yaitu : 
  1. Hubungan antar lembaga parlemen dan pemerintahan tidak murni terpisahkan,
  2. Fungsi eksekutif dibagi ke dalam dua bagian, yaitu kepala pemerintahan dan kepala negara,
  3. Kepala pemerintahan diangkat oleh kepala negara,
  4. Kepala pemerintahan mengangkat menteri-menteri sebagai suatu kesatuan institusi yang bersifat koletif,
  5. Menteri biasanya adalah anggota parlemen,
  6. Pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen tidak kepada rakyat pemilih karena pemerintah tidak dipilih oleh rakyat secara langsung,
  7. Kepala pemerintahan dapat memberikan pendapat kepada kepala negara untuk membubarkan parlemen,
  8. Kedudukan parlemen lebih tinggi daripada pemerintah,
  9. Kekuasaan negara terpusat pada parlemen.
Empat Model Sistem Pemerintahan
Apabila disederhanakan, sistem pemeritahan yang dikenal di dunia dewasa ini dapat dirumuskan dalam empat model, yaitu model Inggris, Amerika Serikat, Prancis dan Swiss. Amerika Serikat menganut sistem presidensiil. Hampir semua negara di Benua Amerika, kecuali beberapa seperti Kanada, meniru Amerika Serikat dalam hal ini. Di benua Eropa dan kebanyakan Negara Asia pada umumnya menggunakan model Inggris, yaitu sistem parlementer. Akan tetapi, Perancis memiliki model tersendiri yang bersifat campuran atau yang biasa disebut dengan hybrid system.16 Pada umumnya Negara-negara bekas jajahan Perancis di afrika menganut sistem pemerintahan campuran itu. Di satu segi ada pembedaan antara Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, tetapi Kepala Negaranya adalah Presiden yang diplih dan bertanggung jawab kepada rakyat secara langsung seperti dalam sistem presidensiil. Adapun kepala pemerintahan di satu segi bertanggung jawab kepada Presiden, tetapi disegi lain ia dianggkat karena kedudukannya sebagai pemenang pemilu yang menduduki kursi parlemen, dan karena itu ia juga bertanggung jawab kepada parlemen.
Selain ketiga model itu, yang agak khas adalah Swiss yang juga mempunyai Presiden dan Wakil Presiden. Akan tetapi mereka itu dipilih dari dan oleh tujuh orang anggota Dewan Federasi untuk masa jabatan secara bergantian setiap tahun. Sebenarnya ketujuh anggota Dewan Federal itulah yang secara bersama-sama memimpin Negara dan pemerintahan Swiss. Oleh karena itu, sistem pemerintahan Swiss ini biasa disebut sebagai collegial system yang sangat berbeda dari tradisi presidentialisme atau parlementarisme dimana-mana. Namun, terlepas dari kekhasannya ini, adanya sistem pemerintahan kolegial ala Swiss dan adanya sistem campuran atau hybrid system ala Prancis itu menunjukkan bahwa system pemerintahan yang diterapkan didunia tidak selalu menyangkut pilihan antara parlementarisme atau presidentialisme.
Kecenderungan penerapan sistem campuran itu timbul karena kesadaran bahwa didalam sistem presidensiil ataupun parlementer, selalu saja ditemukan adanya kelemahan-kelemahan disamping kelebihan bawaan yang dimilikinya masing-masing. Semangat untuk mencari jalan tengah inilah yang mempengaruhi perumusan UUD 1945 berkenaan dengan sistem pemerintahan Republik Indonesia. Sayangnya, sistem yang dirumuskan dam UUD 1945 itu diklaim oleh para perancangnya sebagai sistem presidensiil dengan tanpa penjelasan teoritis yang memadai mengenai pilihan-pilihan model presidensialisme yang dimaksud. Akibatnya, generasi pemimpin Indonesia dibelakangan hari sering keliru memahami system pemerintahan di bawah UUD 1945 seakan-akan sungguh-sungguh merupakan sistem presidensiil yang murni.
Dengan adanya lembaga Majelis Permusyawarata Rakyat (MPR) yang dipahami dan dalam pengertian sebagai lembaga tertinggi negara, tempat penjelmaan seluruh rakyat, pelaku sepenuhnya kedaulatan rakyat, tempat Presiden dipilih, bertunduk dan bertanggung jawab, maka sistem pemerintahan Indonesia tidak dapat disebut sebagai sistem presidensiil. MPR termasuk ke dalam pengertian parlemen Indonesia dalam arti luas. Pertanggungjawaban Presiden kepada MPR justru merupakan elemen sistem parlementer yang nyata dalam kerangka sistem pemerintahan yang dinisbatkan sebagai sistem presidensiil berdasarkan UUD 1945. Oleh karena itu, terlapas dari kelebihan dan kelemahan sistem MPR ini para ahli hukum tata negara di Indonesia lebih cenderung menyebutnya sebagai sistem campuran atau sistem quasi presidenstil, alias sistem presidensiil yang tidak murni.

Sumber :
Novita, Cora Elly. 2013. "Demokrasi dan Sistem Pemerintahan" : Jurnal Konstitusi, (Hal. 341-346). Jember.

Comments

Popular posts from this blog

PT Bumitama Gunajaya Agro

Masalah Sosial-Politik Di Indonesia

DEFINISI PROFESI DAN PROFESIONALISME