Jeritan Warga Bantargebang, Minta Uang Bau Naik Rp 500 Ribu
Warga di empat kelurahan Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi,
Jawa Barat, mengancam menutup tempat pengolahan sampah terpadu, Bantargebang.
Alasannya, mereka menuntut kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama
alias Ahok, kenaikan uang community development atau kompensasi uang bau yang ditimbulkan dari tempat
sampah milik DKI Jakarta tersebut.
"Kami juga ingin direkrut menjadi karyawan pengolahan sampah," kata Wandi, 45 tahun, usai audiensi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bekasi di Kantor DPRD, Jalan Chairil Anwar, Bekasi Timur, Senin, 2 November 2015.
"Kami juga ingin direkrut menjadi karyawan pengolahan sampah," kata Wandi, 45 tahun, usai audiensi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bekasi di Kantor DPRD, Jalan Chairil Anwar, Bekasi Timur, Senin, 2 November 2015.
Menurut Wandi, selama ini warga tak pernah diberdayakan. Hanya menerima uang bau yang nilainya kecil. "Kalau dipekerjakan, setidaknya kami mempunyai pendapatan setara UMR," kata warga yang tinggal di RT 02 RW 04, Kelurahan Cikiwul, Kecamatan Bantargebang ini.
Selama ini, kata Wandi, warga hanya menerima uang kompensasi sebesar Rp 300 ribu per tiga bulan sekali atau sebuan mendapat Rp 100 ribu. Itu pun harus dipotong untuk pembangunan infrastuktur di wilayah sekitar, mereka meminta kenaikan hingga Rp 500 ribu.
Selain menerima uang konpensasi tersebut, sebagian warga berinisiatif menjadi pemilah sampah. Hasilnya dijual kepada pengepul. Dibanding dengan buruh, pendapatannya jauh di bawah upah minimum Kota Bekasi yang saat ini hampir mencapai Rp 3 juta. "Kalau menjadi karyawan pengolahan sampah, artinya kami tidak disebut pemulung," ujar dia.
Warga lain, Winardi, 47 tahun, mengatakan hampir 27 tahun ia hidup berdampingan dengan tempat sampah Bantargebang. Selama itu pula, banyak masyarakat di luar daerah memberikan stigma sosial yang buruk. "Kalau dengar Bantargebang, pasti nyebutkan tempat sampah," kata dia. "Kami menerima saja dan berbaik hati kepada Jakarta."
Uang kompensasi sebesar Rp 100 ribu sebulan dianggap tak bisa menutup kebutuhan membeli air bersih setiap bulan. Menurutnya, dalam sebulan dia dan sekeluarga menghabiskan 10 galon air minum dengan biaya Rp 150 ribu. "Untuk beli air minum nombok Rp 50 ribu," kata dia.
Ketua Komisi A DPRD Kota Bekasi, Ariyanto Hendrata mengatakan, lembaganya menampung aspirasi warga di empat kelurahan penerima uang bau tersebut. Ia mengakui, kalau nilai uang konpensasi bagi warga tersebut cukup rendah.
Kepala Bidang Pendataan dan Pengembangan pada Dinas Kebersihan Kota Bekasi, Ratim, mengatakan akan menyampaikan keinginan itu kepada pemerintah DKI Jakarta. Sesuai dengan perjanjian kerja sama antara Jakarta dengan pengelola, 20 persen dari tipping fee diberikan kepada Pemerintah Kota Bekasi. "Penerima uang community development sekitar 13 ribu," kata dia.
http://metro.tempo.co/
Comments
Post a Comment