Pengantar Bisnis : Ekonomi tetap tumbuh di tengah krisis Eropa
Masa
depan perekonomian Indonesia diramalkan tetap cerah kendati melamban ditengah
krisis utang Eropa dan letoinya perekonomian Amerika Serikat. Setidaknya ini
prediksi dari berbagai ekonom dan lembaga keuangan dunia.
Bank
Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2011 bisa mencapai
6,6%. Tetapi untuk 2012, ADB memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai
melamban menjadi 6,5% akibat meningkatnya risiko krisis utang Eropa dan lesunya
perekonomian Amerika Serikat. Prediksi ini lebih rendah dari perkiraan
sebelumnya sebesar 6,8%.
Sementara,
Bank Dunia (World Bank) memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2012
sebesar 6,2%. Proyeksinya lebih rendah lantaran Bank Dunia memperkirakan
pertumbuhan mitra dagang Indonesia pada 2012 nanti akan terpangkas akibat
ketidakpastian ekonomi global. Padahal, Bank Dunia sendiri mengakui indikator
perekonomian di dalam negeri positif.
Pemerintah
sendiri yakin dampak krisis utang Eropa tak sampai ke Indonesia. Buktinya,
pemerintah mematok target pertumbuhan sebesar 6,7% atau lebih besar dari tahun
2011 yang sebesar 6,5%. Pemerintah optimistis target ini bisa tercapai apalagi
setelah lembaga pemeringkat utang, Fitch Ratings Ltd., mengatrol peringkat
surat utang jangka panjang Indonesia dari level BB+ menjadi BBB- dengan outlook
stabil pada 15 Desember lalu.
Fitch
memproyeksikan rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6% hingga 2013
mendatang. Lembaga pemeringkat berbasis di New York dan London ini juga
meramalkan, rasio utang pemerintah mengkerut dari 26% pada 2010 menjadi 25%
pada akhir 2011.
"Kenaikan
peringkat ini mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang kuat dan resilien, rasio
utang publik yang rendah dan terus menurun, likuiditas eksternal yang menguat,
dan kerangka kebijakan makro yang hati-hati," kata Philip McNicholas,
Director group Fitch's Asia-Pacific Sovereign Ratings dalam siaran persnya.
Data
Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kondisi perekonomian Indonesia hingga
kuartal ketiga 2011 memang menggembirakan. BPS mencatat pertumbuhan ekonomi
mencapai 6,5%. Sebagian besar pertumbuhan ini ditopang oleh ekspor barang dan
jasa sebesar 8,3%. Sumbangan terbesar lainnya dari konsumsi rumah tangga
sebesar 2,7% dan investasi sebesar 1,7%.
Begitu
juga dengan rasio utang pemerintah terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB).
Per November 2011 lalu, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang menghitung rasio
utang pemerintah menciut menjadi sebesar 28,2% kendati nilainya naik sebesar Rp
48,81 triliun dibandingkan Oktober 2011 menjadi sebesar Rp 1.816,85 triliun.
Hingga akhir 2011 nanti, pemerintah memperkirakan rasio utang sebesar 26,8%.
Ekonomi
Tetap Tumbuh
Menteri
Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa yakin peringkat investment grade ini akan
membuat investor asing berbondong-bondong datang ke Indonesia. Begitupun dengan
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Instansi
ini optimistis target investasi langsung sebesar Rp 283 triliun pada 2012 depan
bisa tercapai berkat kenaikan peringkat surat utang. Catatan saja, target
penanaman modal ini naik 15% dari 2011 yang hanya sebesar Rp 240 triliun.
"MASYARAKAT EROPA YANG
DILANDASI KEBEBASAN BERPIKIR PUNYA KEARIFAN UNTUK MENGOREKSI DAN MENCARI SOLUSI
BERSAMA,"
Ekonom, Faisal Basri
Perkiraan
serupa juga datang dari Bank Indonesia (BI). Bank sentral meramalkan
pertumbuhan investasi tahun depan bisa mencapai sekitar 9,7% hingga 10,1%,
lebih tinggi dari 2011 yang diprediksi tumbuh sekitar 7,7% dari tahun 2010.
Sejumlah
ekonom juga optimis prospek ekonomi Indonesia masih cukup cerah pada 2012
mendatang. Ekonom Faisal Basri memperkirakan, pertumbuhan ekonomi tahun depan
bisa mencapai lebih dari 6% kendati kondisi perekonomian global terutama di
Eropa dan Amerika Serikat masih suram.
Pria
plontos kelahiran Bandung ini juga optimis investor akan membanjiri Indonesia.
"Sebab, pilihan tempat berinvestasi semakin terbatas pada masa ini,"
tegasnya.
Menurut
Faisal, dampak krisis utang Eropa dan Amerika Serikat terhadap Indonesia juga
tidak terlalu besar seperti tahun 2009 silam. Dia beralasan ekspor Indonesia ke
Eropa dan Amerika Serikat relatif lebih kecil dibandingkan dengan negara
lainnya.
Di
sisi lain, dia optimis kondisi perekonomian Eropa akan semakin membaik di
kemudian hari. "Masyarakat Eropa yang dilandasi kebebasan berpikir punya
kearifan untuk mengoreksi dan mencari solusi bersama," ucapnya.
Faisal
justru lebih mengkhawatirkan faktor internal. Berkaca pada empat tahun
terakhir, Faisal menilai kontribusi belanja pemerintah terhadap pertumbuhan
ekonomi justru semakin mengecil. Dia berharap pemerintah bisa memperbaiki
mekanisme penyerapan anggaran belanja pemerintah. BPS mencatat kontribusi
belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga 2011 hanya
sebesar 0,2%
Masih Ada Hambatan
Kepala
Riset Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa juga hakul yakin
pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa melampaui 6% pada 2012 nanti. Namun,
Purbaya memperkirakan, pertumbuhan Indonesia 2012 akan melamban. Dia meramalkan
pertumbuhan ekonomi 2012 mencapai 6,3%.
Purbaya
optimis pertumbuhan ekonomi bisa lebih tinggi bila pemerintah mampu mengubah
dana aliran dana asing menjadi foreign direct investment (FDI). Dia berharap
pemerintah bisa memperbaiki iklim investasi seperti birokrasi, korupsi dan
penyediaan infrastruktur seperti pelabuhan dan ketersediaan listrik.
Purbaya
berkaca pada hasil survei Bank Dunia. Hasi survei Bank Dunia menunjukkan
peringkat Doing Business Indonesia pada 2012 berada di posisi 129 dari 183
negara. Dibandingkan dengan Thailand dan Malaysia, peringkat Indonesia jauh
lebih buruk. Catatan saja, Thailand menduduki peringkat 17 sementara Malaysia
di posisi 18.
Salah
satu masalah utama Indonesia dalam berusaha adalah ketersediaan pasokan
listrik. Jadi tak heran bila perusahaan sebesar Google Inc. menolak membangun
pusat datanya di Indonesia kendati sudah dirayu oleh Wakil Presiden Boediono.
Google lebih memilih membangun pusat datanya di Hong Kong, Singapura dan Taiwan
karena alasan jaminan ketersediaan pasokan listrik.
Yang
tak kalah penting, Purbaya juga mendesak pemerintah segera merevisi
Undang-Undang Ketenagakerjaan. Tetapi tampaknya, revisi Undang-Undang
Ketenagakerjaan ini bakal sulit lantaran sudah ada fraksi DPR yang menolak rencana
itu jauh-jauh hari.
Hambatan
lainnya adalah korupsi. Bank Dunia menerangkan, berkurangnya korupsi akan
membawa keuntungan bagi perusahaan menengah dan besar serta yang melakukan
ekspor.
Transparency
International (TI) Indonesia mencatat, pada 2011 tidak ada perubahan signifikan
dalam usaha pemberantasan korupsi. Skors indeks persepsi korupsi Indonesia
sebesar 3.0. Indonesia berada sejajar Argentina, Benin, Burkina Faso, Djibouti,
Gabon, Madagaskar, Malawi, Meksiko, Sao Tome & Principe, Suriname dan Tanzania.
Skor ini tak jauh berbeda dengan tahun 2010 lalu.
Karena
itu, Sekretaris Jenderal TI Indonesia Teten Masduki mendesak pemerintah segera
melakukan reformasi birokrasi yang menyeluruh dan komprehensif untuk menutup
peluang korupsi dalam proses perizinan usaha pajak dan cukai. Selain itu, dia
juga mendesak perbaikan pada institusi penegak hukum dan penegakan hukum bagi
politisi, mafia hukum dan pejabat publik.
Dus,
bila semua hambatan teratasi, pertumbuhan Indonesia mungkin bisa lebih baik.
Comments
Post a Comment