Haruskah Kereta Cepat Dibangun?

Pembangunan proyek kereta api cepat menuai banyak kritik. Banyak yang mempertanyakan proyek ini akan berjalan lancar atau tidak. Bahkan ada yang menilai proyek ini malah menghilangkan konsep nawacita.

Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagyo menilai proyek kereta api cepat terlalu memaksakan. Apalagi menggunakan teknologi Tiongkok yang dalam pembangunannya hanya memakan waktu studi tiga bulan. Menurutnya, hal ini tak masuk akal untuk pembangunan proyek besar tersebut.

"Kok ada studi untuk infrstruktur massif studinya hanya tiga bulan. Di Kemenko Perekonomian keputusannya tidak perlu kereta cepat tapi kereta sedang," ucap Agus dalam diskusi 'Dibalik Kereta Cepat', di Kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (23/1/2016).


Menurutnya, berdasarkan penilaian selama ini, hasil studi antara proyek kereta api cepat Tiongkok dan Jepang sebagian besar sama. Hanya ada perbedaan selisih anggaran yang dikeluarkan yang berbeda.

"Jepang Rp80 miliar satunya lagi (Tiongkok) Rp79 miliar sampai Rp78 miliar. Semuanya hampir sama kok. Bahkan teknologi Tiongkok sebagian besar sama dengan Jepang," kata Agus.

Murahnya anggaran yang digunakan Tiongkok dalam pembangunan proyek ini membuat banyak pihak tak percaya bahkan mempertanyakan. Agus mengungkapkan, kalaupun hampir sama anggaran yang dikeluarkan seharusnya Pemerintah memilih teknologi Jepang, karena teknologi dari Negeri Sakura itu sudah terbukti.

"Jepang 50 tahun tidak ada celaka, rusak juga tidak ada," ungkap dia.

Agus juga menambahkan, dengan adanya kereta api cepat malah menghilangkan konsep nawacita. Menurut dia, kereta api cepat bukanlah satu proyek yang darurat. Seharusnya pemerintah memeratakan pembangunan daerah-daerah lain dahulu sebelum pembangunan kereta api cepat ini.

"Kalau nawacita bangun daerah lain dulu. Ini untuk pemerataan," ujar dia.


AHL

Popular posts from this blog

PT Bumitama Gunajaya Agro

Masalah Sosial-Politik Di Indonesia

DEFINISI PROFESI DAN PROFESIONALISME