BAGAIMANAKAH KOPERASI YANG IDEAL ITU ?

Sebagai sebuah organisasi masyarakat yang otonom dan mandiri koperasi itu seharusnya muncul dari bawah (buttom-up)berkoperasi itu adalah merupakan kehendak yang bebas, sukarela dan terbuka dari orang-orang yang mempunyai kepentingan bersama untuk melakukan kerjasama untuk menolong dirinya sendiri (self help). Koperasi itu bukanlah rekayasa para pengiat politik ataupun prakarsa pemerintah yang bersifat dari atas (top down) tapi adalah organisasi swadaya masyarakat dan muncul sebagai keinginan bersama. Perjalanan waktu telah menunjukkan kepada kita bahwasanya koperasi-koperasi yang muncul dari sebuah kepentingan sempit akhirnya berguguran satu persatu dan hanya organisasi yang berjalan sesuai “ruh” dari demokrasi ekonomi yang sesunguhnya saja yang mampu bertahan.

Koperasi sebagai hal yang prinsipel dan membedakan dengan bentuk usaha yang kapitalis adalah bahwasannya koperasi adalah kumpulan orang dan bukanlah kumpulan modal. Modal bukan penentu tapi adalah pembantu (capital is not master but servent). Kepemilikan koperasi sebagai ciri khas adalah bahwa menjadi anggota koperasi berarti secara otomatis juga menjadi pemilik dan juga pelanggan (customer). Sebagai pemilik tiap-tiap orang memiliki hak yang sama dalam pengambilan keputusan dan pengawasan dilakukan oleh seluruh anggotanya dalam suatu mekanisme yang demokratis. Beda dengan bentuk usaha yang kapitalis bahwasanya koperasi itu berorientasi manfaat (benefit) baik dalam arti nominal maupun pelayanan (service). Bukan pada orientasi keuntungan yang besar-besarnya bagi orang-seorang yang kemudian dipastikan akan menjadi alat penindasan karena sebagi sifat dasar manusia yang serakah dan ingin menguasai orang lain.

Pengelolaan koperasi didasarkan pada bentuk partisipasi aktif anggota-anggotanya (member active partisipatofy). Balas jasa diberikan sesuai dengan besarnya kontribusi yang diberikan secara adil dan merata bagi tiap-tiap anggotanya. Bahkan demikian bagi yang non –anggota perlu juga diberikan keuntungan dari besaran transaksinya sebagai upaya promosi. Para karayawan yang berkerja pada koperasi pada prinsipnya juga adalah pemilik. Sehingga dalam suatu pelaksanaan fungsi dan tugasnya karyawan akan diharapkan pada bentuk pertangungjawaban moral, social dan intelektual (moral-social-intelektual responsibility). Sehingga yang terjadi adalah bahwa tiap-tiap karyawan akan merasa bertanggung jawab atas usaha layanan yang diperlukan bagi anggota keseluruhan. Di dalam koperasi bentuk pelanggaran atas system pengupahan yang tidak daapt memberikan arti kesejahteraan bagi karyawan tidaklah boleh terjadi dan ini hal yang prinsipel. Pengaturan koperasi pada intinya sangat ditentukan oleh peran aktif dari anggota-anggotanya dan anggota-anggota koperasi pulalah yang menjalankan segala kesepakatan yang mereka ambil sendiri.

Koperasi itu bukan disusun atas dasar suku, agama, ras, golongan, politik, ataupun stratifikasi social. Sehingga perlu kita sadari bersama bahwasannya koperasi itu adalah alat ekonomi rakyat yang bebas dan tidaklah tertutup (esklusif) koperasi itu bukanlah ikatan-ikatan primordialisme. Dalama arti koperasi itu bukanlah anggota yang tertutup (esklusif) hanya untuk kelompok santri, kelompok pegawai negeri, kelompok petani hingga kelompok mahasiswa tapi menjadi anggota koperasi itu adalah bebas, sukarela dan terbuka. Bebas artinya bahwa untuk menjadi anggota koperasi itu bebas keluar dan masuk dengan system yang telah disepakati. Hal ini didasarkan pada suatu prinsip bahwa tiap-tiap individu itu berhak secara bebas untuk menentukan nasibnya sendiri bukan oleh orang lain ataupun institusi apapun. Sukarela dimaknai bawasannya menjadi anggota koperasi haruslah merupakan kehendak secara sadar dari manfaat serta nilai tambah yang apa yang hendak didapatnya dari kerjasama yang dilakukan berdasarkan prinsip non-diskriminatif.

Perlu kita cermati bahwa munculnya “koperasi-koperasi partai” akhirnya-akhir ini tak urung hanyalah akan mengakibatkan suatu peristiwa kesalahan lama yang berakibat sangat fatal. Betapa dapat kita saksikan bersama bahwa munculnya koperasi pada jaman orde lama dengan system ekonomi terpimpinnya kita lihat bersama bahwa menyusul pembubaran partaikomunis Indonesia (PKI) jumlah koperasi merosot secara drastik dari 73.400 buah, pada kahir tahun 1968 merosot menjadi 14.700 buah (Depdagkop, tanpa tahun). Demikian juga apa yang masih tersisa dari koperasi-koperasi orde baru yang ternyata tak lebih hanya mampu menjadi koperasi-koperasi pengurus, koperasi sub-orninasi konglomerasi dan koperasi yang state-centered (dikuasai Negara atau pemerintah) lambat laun pastilah akan semakin jelas tidak eksistensinya dari koperasi-koperasi tersebut.

Koperasi itu disusun dari seluruh kemampuan rakyat dan sumber-sumber daya yang dimilikinya. Selemah apapun rakyat kita pastilah memiliki daya beli sehingga proses yang perlu adalah membangun kesadaran dan sifat pemerintah menstimulir dan memfasilitsi bagi terbentuknya kreatifitas bagi masyarakat untuk menyakinkan diri bahwa berkoperasi itu dapatlah menjadikan sebagai cara untuk menolong diri sendiri (self help). Sehingga pada akhirnya gerakan dari bawah dari, oleh dan untuk masyarakat dalam rangka untuk meningkatkan daya beli dan sekaligus perbaikan kualitas sumber daya manusia akan tercapai.

Di dalam berkoperasi wujud plurarisme haruslah dijadikan model untuk saling memacu dan memotivasi antara yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan kemampuan dan ketrampilan di koperasi itu justru seharusnya dijadikan sebagai bentuk aktivitas yang saling mendukung antar yang lemah dan kuat, antara yang bodoh dan yang pintar dan atara yang masih miskin ketrampilan untuk belajar banyak dari yang telah mahir. Hidup di dalam koperasi itu penuh perlombaan dan bukanlah persaingan yang saling mematikan dalam suatu hubungan yang harmonis. Sehingga terciptanya masyarakat koperasi akan menjadikan hubungan manusia global yang lebih humanistic (humanistic global community).

Pada sebuah model koperasi demokrasi ekonomi yang senyatanya kegiatan koperasi itu haruslah masuk pada berbagai bidang kegiatan ekonomi. Koperasi untuk menjadi “soko guru perekonomian” dan sebagai alat untuk mendemokrasikan system ekonomi kita haruslah bergerak pada berbagai bidang ekonomi dalam skala yang lebih besar. Upaya-upaya untuk selalu mengkredilkan koperasi baik secara legal, maupun institusional seharusnya menjadikan kebangkitan koperasi untuk bersatu dan melepaskan diri dari segala keterkungkungan.

Comments

Popular posts from this blog

PT Bumitama Gunajaya Agro

Masalah Sosial-Politik Di Indonesia

DEFINISI PROFESI DAN PROFESIONALISME